A. Pengertian Filsafat & Aliran Filsafat
Filsafat secara harfiah berasal kata philo berarti cinta dan sophos berarti ilmu atau hikmah,
jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa
Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia
berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku
filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat
dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan
atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof
Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan,
kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi).
Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang
berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu
pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika,
metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika).
Filsafat menempatkan pengetahuan sebagai
sasaran, maka dengan demikian pengetahuan tidak terlepas dari
pendidikan. Jadi, filsafat sangat berpengaruh dalam aktifitas pendidikan
seperti manajemen pendidikan, perencanaan pendidikan, evaluasi
pendidikan, dan lain-lain. Karena ada pengaruh tersebut, maka dalam
makalah ini mencoba untuk membahas tentang keterkaitan paradigma
aliran-aliran filsafat tersebut dengan kajian pendidikan khususnya
manajemen pendidikan.
I. IDEALISME
Pengertian Pokok
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau
aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma)
atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan i tu.
Perkembangan Idealisme
Aliran ini merupakan aliran yang sangat
penting dalam perkembangan sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam
filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato.
yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian
dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga
(entelechie) yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya
dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang masa tidak pernah
faham idealisme hilang sarna sekali. Di masa abad pertengahan malahan
satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar
idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung ulama-ulama
filsafat yang mengakui aliran serba dua seperti Descartes dan Spinoza
yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan maupun
keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada
kebendaan.
Selain itu, segenap kaum agama sekaligus
dapat digolongkan kepada penganut Idealisme yang paling setia sepanjang
masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang
mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika
periode Idealisme. Jerman sedang besar sekali pengaruhnya di Eropah.
Tokoh-tokohnya
1. Plato (477 -347 Sb.M)
2. B. Spinoza (1632 -1677)
3. Liebniz (1685 -1753)
4. Berkeley (1685 -1753)
5. Immanuel Kant (1724 -1881)
6. J. Fichte (1762 -1814)
7. F. Schelling (1755 -1854)
8. G. Hegel (1770 -1831)
II. MATERIALISME
Pengertian Pokok
Materialisme merupakan faham atau aliran
yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature
(alam) dan dunia fisik adalah satu.
Perkembangan Materialisme
Pada abad pertama masehi faham
Materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius, bahkan pada abad
pertengahan, orang menganggap asing terhadap faham Materialisme ini.
Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan), Materialisme mendapat tanggapan
dan penganut yang penting di Eropah Barat.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran
Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktir yang menyebabkannya adalah
bahwa orang merasa dengan faham Materialisme mempunyai harapan-harapan
yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham
Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalildalil yang muluk-muluk
dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataankenyataan yang
jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan
yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan
bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan
(atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini,
kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang
Materialisme.
Adapun kritik yang dilontarkan adalah sebagai berikut :
- Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau namanya.
- Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam. Padahal pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
- Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan.
- Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar sekalipun.
Tokoh-tokohnya
1. Anaximenes ( 585 -528)
2. Anaximandros ( 610 -545 SM)
3. Thales ( 625 -545 SM)
4. Demokritos (kl.460 -545 SM)
5. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
6. Lamettrie (1709 -1715)
7. Feuerbach (1804 -1877)
8. H. Spencer (1820 -1903)
9. Karl Marx (1818 -1883)
III. DUALISME
Pengertian Pokok
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham
yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat
materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas
berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu
menciptakan kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya
kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam diri manusia.
Tokoh-tokohnya
1. Plato (427 -347 Sb.H)
2. Aristoteles (384 -322 Sb.H)
3. Descartes (1596 -1650)
4. Fechner (1802 -1887)
5. Arnold Gealinex
6 .Leukippos
7. Anaxagoras
8. Hc. Daugall
9. A. Schopenhauer (1788 -1860)
IV. EMPIRISME
Pengertian Pokok
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu
“empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme
dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman
lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang
menyangkut pribadi manusia.
Pada dasarnya Empirisme sangat
bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa
pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi
merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga
pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme
biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui penampungan yang
secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti
semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang
tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan.
Empirisme radikal berpendirian bahwa
semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan
apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut
Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang
merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan
akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai
objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat
penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber
dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman
inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
Tokoh-tokohnya
1. Francis Bacon (1210 -1292)
2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3. John Locke ( 1632 -1704)
4. George Berkeley ( 1665 -1753)
5. David Hume ( 1711 -1776)
6. Roger Bacon ( 1214 -1294)
V. RASIONALISME
Pengertian Pokok
Rasionalisme adalah merupakan faham atau
aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk
akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari
pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal
yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya
akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal
budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang
besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka
tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang
terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran
tentang hidup dan dunia.
Hal ini menjadi menampak lagi pada
bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain
karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton
(1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu
menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang
berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam
harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton
sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi
dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan
kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan
orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan.
Baru dalam abad mereka menaikkan obor
terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah
dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman
Aufklarung (pencerahan).
Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
VI. FENOMENALISME
Pengertian Pokok
Secara harfiah fenomenalisme adalah
aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah
sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat
gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan
data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang
pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang
evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking at things”.
Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala
gedung putih adalah gejala akomodasi, konvergensi, dan fiksasi dari
mata orang yang melihat gedung itu, di tambah aktivitas lain yang perlu
supaya gejala itu muncul. Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat
Brentano bahwa subjek dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak
mungkin ada hal yang melihat. Inti dari Fenomenalisme adalah tesis dari
“intensionalisme” yaitu hal yang disebut konstitusi.
Menurut Intensionalisme (Brentano)
manusia menampakkan dirinya sebagai hal yang transenden, sintesa dari
objek dan subjek. Manusia sebagai entre au monde (mengada pada alam)
menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk
melihat sesuatu hal, saya harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan
lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang baru lahir
belum bisa melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
Tokoh-tokohnya
1. Edmund Husserl (1859 -1938)
2. Max Scheler (1874 -1928)
3. Hartman (1882 -1950)
4. Martin Heidegger (1889 -1976)
5. Maurice Merleau-Ponty (1908 -1961)
6. Jean Paul Sartre (1905 -1980)
7. Soren Kierkegaard (1813 -1855)
VII. INTUSIONALISME
Pengertian Pokok
Intusionalisme adalah suatu aliran atau
faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber
pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir
yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik
dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering
bercampur aduk dengan perasaan.
Tokoh-tokohnya
1. Plotinos (205 -270)
2. Henri Bergson (1859 -1994)
B. SEJARAH POLA BERFIKIR MANUSIA
1. Zaman Batu Purba (4.000.000 – 10.000 SM)
Sisa-sisa budaya manusia yang dapat
ditemui dari masa itu adalah berbagai batu yang jelas dibentuk oleh
manusia, kecuali batu mereka juga menggunakan tulang binatang untuk
alat, jelas dari adanya lubang pada tulang untuk memasukkan tali seperti
halnya lubang pada jarum masa kini. Penggunaan batu sebagai alat
berburu dapat ditafsirkan bahwa manusia pada masa itu telah mampu
berpikir untuk dapat membedakanmengamati. Untuk dapat berburu tentulah mereka mengamati kelakuan dari binatang buruannya itu.
mana batu yang dapat digunakan untuk alat berburu dan mana yang tidak,
mana binatang yang enak disantap atau diburu dan mana yang tidak. Satu
langkah lebih maju dari membedakan adalah
Manusia pada masa itu telah pandai menggunakan alat, hal ini dapat diartikan mereka telah mampu meningkatkan efisiensi dari alat
tubuhnya sendiri untuk memenuhi hidupnya. Pada zaman itu manusia juga
telah dapat bercocok tanam atau bertani. Tentunya mereka telah mampu
untuk memilih mana pucuk tanaman yang enak dimakan atau buah-buahan yang enak disantap. Kemampuan bertani berarti pula bahwa mereka telah mampu untuk membuat desain ataupun membuat rencana.
Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia pada zaman itu
telah pandai menulis maupun berhitung. Oleh karena itu, perkembangan
pengetahuan mereka begitu lamban. Zaman ini disebut zaman pra sejarah.
2. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Koheren (10.000 – 500 SM)
Pada zaman ini telah timbul berbagai
kerajaan besar di dunia, antara lain di negeri Cina, India, Mesir,
Babilonia, Athena, dan Yunani. Namun yang sangat menonjol pengaruhnya
dan masih terasa sampai saat ini adalah budaya yang ditinggalkan oleh
orang-orang Babilonia dari daerah Mesopotamia. Mereka ternyata telah
begitu tinggi tingkat berpikirnya. Berikut ini adalah beberapa cuplikan
budaya mereka untuk dapat kita simak bagaimana pola ataupun kemampuan
berpikir mereka itu dalam dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yang pertama adalah dalam bidang perbintangan.
Dalam pengamatannya terhadap peredaran bintang-bintang mereka telah
sampai pada kesimpulan bahwa semua benda-benda angkasa itu beredar
menurut garis edarnya masing-masing, dan semuanya terletak pada suatu
sabuk (belt) besar yang melingkar “mengelilingi bumi” yang mereka sebut
zodiak. Peredaran bintang-bintang itu dipergunakan untuk perhitungan
waktu. Waktu satu tahun dihitung dari waktu yang digunakan oleh bintang
itu beredar dari suatu titik sampai ke titik semula. Waktu satu bulan
dihitung dengan memperhatikan peredaran bulan mengelilingi bumi dari
suatu posisi sampai kembali ke posisi semula. Ternyata dalam satu tahun
bulan beredar mengelilingi bumi dua belas kali jadi satu tahun sama
dengan dua belas bulan.
Waktu satu hari dihitung dari peredaran
matahari ‘mengelilingi bumi’ dari suatu titik ke titik semula. Dan
ternyata dalam waktu satu bulan ada tiga puluh hari. Jadi satu tahun
sama dengan tiga ratus enam puluh hari. Kenyataan-kenyataan itu membuat
orang-orang Babilonia mempunyai sistem perhitungan Matematika kombinasi
antara desimal dan hexadesimal, artinya segala perhitungan didasarkan
atas fraksi atau bagian dari enam puluh. Meskipun demikian mereka pada
akhirnya membuat koreksi berdasarkan perhitungan matematika yang tepat.
Mereka berkesimpulan bahwa satu tahun sama dengan 365,25 hari.
Dari kerajaan Mesir pada masa itu didapatkan sisa-sisa kebudayaan yang menunjukkan bahwa mereka juga telah pandai tulis baca serta matematika.
Tulisannya didasarkan atas abjad dengan tanda-tanda bunyi yang kita
kenal sebagai huruf hieroglif. Dalam bidang matematika orang Mesir telah
mengenal bilangan phi untuk menghitung luas suatu lingkaran. Mereka
membagi hari menjadi dua bagian yaitu siang dan malam yang masing-masing
dibagi menjadi dua belas jam. Terdapatnya pula peninggalan jam matahari
yang didasarkan atas panjang bayang-bayang tongkat.
Dari negeri Cina ada dua hal yang menarik yaitu tulisannya yang didasarkan atas gambar-gambar. Dan juga tentang mesin hitung berupa abacus yang
mungkin merupakan kalkulator tertua di dunia yang ternyata masih
digunakan sampai saat ini. Dari kenyataan-kenyataan tersebut di atas
dapat kita simpulkan bahwa pada 1500 SM orang telah mampu berpikir
abstrak.
Baik orang Babilonia maupun Mesir
percaya kepada adanya dewa-dewa artinya mereka percaya ada suatu
kekuatan gaib di luar jangkauan pengalaman yang nyata. Ini berarti
pikirannya telah jauh melampaui batas pengalamannya. Pengetahuan yang
didasarkan atas pengalaman, pemikiran, dan kepercayaan semacam itu kita
sebut mitos.
3. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Rasional (600 SM – 200 M)
Zaman ini dikenal sebagai zaman Yunani
oleh karena ajaran-ajaran atau pola berpikir orang Yunanilah yang paling
dominan pada saat itu. Ciri perbedaan yang khas antara pola berpikir
orang-orang Babilonia dengan orang-orang Yunani adalah dalam hal
menetapkan kebenaran. Orang Yunani menggunakan rasional atau akal sehat
dengan metode deduksi. Sedangkan orang Babilonia memasukkan unsur
kepercayaan di dalam mencari kebenaran.
Seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama
Thales (624 – 565 SM) seorang astronom yang juga ahli di bidang
matematika dan teknik. Ialah yang pertama kali berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan sinarnya sendiri sedangkan bulan hanya sekedar memantulkan cahayanya dari matahari. Dialah orang pertama yang mempertanyakan asal-usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini. Ia berpendapat bahwa adanya beraneka ragam benda-benda di alam sebenarnya merupakan gejala alam saja bahan dasarnya amat sederhana.
Pendapat tersebut merupakan perubahan
besar dari alam pikiran manusia masa itu. Pada masa itu, orang-orang
beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam itu diciptakan oleh
dewa-dewa seperti apa adanya. Karena kemampuan berpikir manusia makin
maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya berupa
teropong bintang yang makin sempurna, maka mitos dengan berbagai
legendanya makin ditinggalkan orang. Mereka cenderung menggunakan akal
sehatnya atau rasionya.
Orang-orang Yunani yang patut dicatat
sebagai pemberi iuran kepada perubahan pola berpikir masa itu adalah
Anaximander (610 – 547 SM) seorang pemikir kontemporer, ia adalah murid
Thales. Juga Anaximenes (585 – 528 SM), Herakleitos (540 – 480 SM), dan
Pythagoras (540 SM). Pythagoras terkenal di bidang matematika. Salah
satu temuannya yang terpakai sampai sekarang adalah ‘dalil pythagoras’
tentang segitiga siku-siku, yaitu: “Kuadrat panjang sisi miring sebuah
segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi
siku-sikunya”. Pernyataan yang lain tentang segitiga oleh pithagoras
adalah bahwa jumlah sudut suatu segitiga adalah 180o.
Yang lainnya adalah Demokritos (460 –
370 SM), Empedokles (480 – 430 SM), Plato (427 – 347 SM), dan
Aristoteles (348 – 322 SM). Aristoteles merupakan pemikir terbesar pada
zamannya. Ia membukukan intisari dari ajaran orang-orang sebelumnya. Ia
membuang hal-hal yang tidak masuk diakalnya dan menambahkan
pendapat-pendapatnya sendiri. Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika.
Orang besar 450 tahun setelah
Aristoteles adalah Ptolomeus (127 – 151 SM). Pendapatnya yang patut
dicatat ialah bahwa bumi adalah pusat jagat raya, berbentuk bulat, diam,
setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang menempel pada langit
dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet beredar
melalui garis edarnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.
Bila kita renungkan pola berpikir bangsa
Yunani, lalu kita bandingkan dengan pola berpikir orang Babilonia, maka
nampak ada perubahan yang mendasar yaitu mulai terpisahnya
‘kepercayaan’ dari ‘ilmu pengetahuan’. Bangsa Yunani bukan tidak percaya
pada adanya dewa-dewa tetapi mereka tidak mencampuradukkan dalam
khasanah pengetahuan yang mereka sebut ‘philosophia’ itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar